KATA PENGANTAR
Alhamdulillah,
puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah SWT, dengan kasih sayang-Nya,
telah melimpahkan nikmat tak terhingga yang takkan mungkin dapat dihitung meski
seluruh lautan dijadikan tinta untuk menuliskannya. Terlebih atas nikmat
terbesar yang telah Dia berikan, yaitu nikmat iman dan Islam.
Shalawat
dan salam semoga tercurah kepada revolusioner terbaik sepanjang masa, pencetak
sejarah kebenderangan dunia, Nabi Muhammad SAW.
Pada
kesempatan ini, penyusun bersyukur mendapat kesempatan menyusun karya tulis
berbentuk makalah yang berjudul “Problematika Pembelajaran Dalam Pendidikan
Islam”. Makalah ini merupakan tugas pada mata kuliah Ilmu
Pendidikan Islam semester 4 C
jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI).
Terima
kasih terhatur kepada orang tua penyusun yang tak pernah lelah membimbing
dengan segenap cinta kasihnya, kepada dosen mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam,
yang dengan gigih memotivasi kami untuk terus maju dan berkarya, serta kepada
semua pihak yang tentunya begitu banyak membantu hingga terselesaikannya
penulisan makalah ini.
Semoga
Allah SWT senantiasa memberi jalan kepada kita untuk selalu memperbaiki diri
dan memperoleh manfaat dari setiap detik yang berlalu. Aamiin.
Bogor, 22 Mei 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan dalam Islam merupakan sebuah rangkaian proses pemberdayaan
manusia menuju taklif (kedewasaan), baik secara akal, mental maupun moral,
untuk menjalankan fungsi kemanusiaan yang diemban-sebagai seorang hamba (abd)
dihadapan Khaliq-nya dan sebagai “pemelihara” (khalifah) pada
semesta (Tafsir, 1994). Dengan demikian, fungsi utama pendidikan adalah
mempersiapakn peserta didik (generasi penerus) dengan kemampuan dan keahlian (skill)
yang diperlukan agar memiliki kemampuan dan kesiapan untuk terjun ke tengah
masyarakat (lingkungan), sebagai tujuan akhir dari pendidikan.
Tujuan akhir pendidikan dalam Islam, sebagai proses pembentukan diri
peserta didik (manusia) agar sesuai dengan fitrah keberadaannya
(al-Attas, 1984). Hal ini meniscayakan adanya kebebasan gerak bagi setiap
elemen dalam dunia pendidikan - terutama peserta didik -- untuk mengembangkan
diri dan potensi yang dimilikinya secara maksimal. Pada masa kejayaan Islam,
pendidikan telah mampu menjalankan perannya sebagai wadah pemberdayaan peserta
didik, namun seiring dengan kemunduran dunia Islam, dunia pendidikan Islam pun
turut mengalami kemunduran. Bahkan dalam paradigma pun terjadi pergeseran dari
paradigma aktif-progresif menjadi pasif-defensif. Akibatnya, pendidikan Islam
mengalami proses 'isolasi diri' dan termarginalkan dari lingkungan di mana ia
berada.
Berjalannya waktu pendidikan Islam tidak lagi sejaya sejarahnya, pendidikan
Islam sekarang mengalami banyak kemunduran karena beberapa faktor.
Pertanyaannya akankah pendidikan Islam saat ini bisa bangkit dan menyaingi
kejayaan sejarahnya? Di makalah inilah penyusun ingin mengurai secara detail
masalah-masalah apa yang terjadi di dalam pendidikan Islam saat ini dan solusi
dalam berbagai problem dalam pendidikan islam.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian
pendidikan islam?
2.
Apa saja problematika
dalam pendidikan islam?
3.
Bagaimana solusi
untuk mengatasi problematika pendidikan islam?
1.3 Tujuan
Mengetahui
problematika dalam pendidikan islam dan berabagai solusinya.
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Pengertian
Problematika Menurut Para Ahli
Istilah problema/problematika berasal dari bahasa Inggris yaitu
"problematic" yang artinya persoalan atau masalah. Sedangkan dalam
bahasa Indonesia, problema berarti hal yang belum dapat dipecahkan; yang
menimbulkan permasalahan. Sedangkan yang lain menyatakan
bahwa "problema/problematika merupakan suatu kesenjangan antara
harapan dan kenyataan. Jadi dapat disimpulkan bahwa
problematika adalah berbagai persoalan yang belum dapat terselesaikan, hingga
terjadi kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang dihadapi dalam proses
pemberdayaan, baik yang datang dari individu Guru maupun dalam upaya
pemberdayaan masyarakat Islami secara langsung dalam masyarakat.
Pengertian
Problematika Pendidikan Islam problematika + pendidikan islam. Berarti problematika pendidikan islam
adalah masalah-masalah yang terjadi dalam pendidikan islam.
2.2 Problematika Pendidikan Islam Masa Kini
1. Problem Konseptual-Teoritis
Ketertinggalan
pendidikan Islam ini salah satunya dikarenakan oleh terjadinya penyempitan
terhadap pemahaman pendidikan Islam yang hanya berkisar pada aspek kehidupan
ukhrawi yang terpisah dengan kehidupan duniawi, atau aspek kehidupan rohani
yang terpisah dengan kehidupan jasmani. Oleh karena itu, akan tampak adanya
pembedaan dan pemisahan antara yang dianggap agama dan bukan agama, yang sakral
dengan yang profan, antara dunia dan akhirat. Cara pandang yang memisahkan
antara yang satu dengan yang lain ini disebut sebagai cara pandang dikotomi.
Adanya dikotomi inilah yang salah satu penyebab ketertinggalan pendidikan
Islam. Hingga kini pendidikan Islam masih memisahkan antara akal dan wahyu,
serta pikir dan zikir.
Hal ini
menyebabkan adanya ketidakseimbangan paradigmatik, yaitu kurang berkembangnya
konsep humanisme religius dalam dunia pendidikan Islam, karena pendidikan Islam
lebih berorientasi pada konsep ‘abdullah (manusia sebagai hamba), ketimbang
sebagai konsep khalifatullah (manusia sebagai khalifah Allah).
Selain itu
orientasi pendidikan Islam yang timpang tindih melahirkan masalah-masalah besar
dalam dunia pendidikan, dari persoalan filosofis, hingga persoalan metodologis.
Di samping itu, pendidikan Islam menghadapi masalah serius berkaitan dengan
perubahan masyarakat yang terus menerus semakin cepat, lebih-lebih perkembangan
ilmu pengetahuan yang hampir-hampir tidak memperdulikan lagi sistem suatu
agama.
Kondisi
sekarang ini, pendidikan Islam berada pada posisi determinisme historik dan
realisme. Dalam artian bahwa, satu sisi umat Islam berada pada romantisme
historis di mana mereka bangga karena pernah memiliki para pemikir-pemikir dan
ilmuwan-ilmuwan besar dan mempunyai kontribusi yang besar pula bagi pembangunan
peradaban dan ilmu pengetahuan dunia serta menjadi transmisi bagi khazanah
Yunani, namun di sisi lain mereka menghadapi sebuah kenyataan, bahwa pendidikan
Islam tidak berdaya dihadapkan kepada realitas masyarakat industri dan
teknologi modern. Hal ini pun didukung dengan pandangan sebagian umat Islam
yang kurang meminati ilmu-ilmu umum dan bahkan sampai pada tingkat
“diharamkan”.
Terjadinya
pemilahan-pemilahan antara ilmu umum dan ilmu agama inilah yang membawa umat
Islam kepada keterbelakangan dan kemunduran peradaban, lantaran karena
ilmu-ilmu umum dianggap sesuatu yang berada di luar Islam dan berasal dari
non-Islam. Agama dianggap tidak ada kaitannya dengan ilmu, begitu juga ilmu
dianggap tidak memperdulikan agama. Begitulah gambaran praktik kependidikan dan
aktivitas keilmuan di tanah air sekarang ini dengan berbagai dampak negatif
yang ditimbulkan dan dirasakan oleh masyarakat. Sistem pendidikan Islam yang
ada hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama saja. Di sisi lain, generasi muslim yang
menempuh pendidikan di luar sistem pendidikan Islam hanya mendapatkan porsi
kecil dalam hal pendidikan Islam atau bahkan sama sekali tidak mendapatkan
ilmu-ilmu keislaman.
2.3 Problem Mendasar : Sekularisme sebagai Paradigma Pendidikan
Jarang ada
orang mau mengakui dengan jujur, sistem pendidikan kita adalah sistem yang
sekular-materialistik. Biasanya yang dijadikan argumentasi, adalah UU Sisdiknas
No. 20 tahun 2003 Bab II Pasal 3 yang berbunyi, “Pendidikan nasional bertujuan
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjawab.
Tapi perlu
diingat, sekularisme itu tidak otomatis selalu anti agama. Tidak selalu anti
“iman” dan anti “taqwa”. Sekularisme itu hanya menolak peran agama untuk
mengatur kehidupan publik, termasuk aspek pendidikan. Jadi, selama agama hanya
menjadi masalah pribadi dan tidak dijadikan asas untuk menata kehidupan publik
seperti sebuah sistem pendidikan, maka sistem pendidikan itu tetap sistem
pendidikan sekular, walaupun para individu pelaksana sistem itu beriman dan
bertaqwa (sebagai perilaku individu).
Sesungguhnya
diakui atau tidak, sistem pendidikan kita adalah sistem pendidikan yang
sekular-materialistik. Hal ini dapat dibuktikan antara lain pada UU Sisdiknas
No. 20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang dan jenis pendidikan bagian
kesatu (umum) pasal 15 yang berbunyi: “Jenis pendidikan mencakup pendidikan
umum, kejuruan, akademik, profesi, advokasi, keagamaan, dan khusus”.
Dari pasal ini
tampak jelas adanya dikotomi pendidikan, yaitu pendidikan agama dan pendidikan
umum. Sistem pendidikan dikotomi semacam ini terbukti telah gagal melahirkan
manusia yang berkepribadian Islam sekaligus mampu menjawab tantangan
perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi.
Secara
kelembagaan, sekularisasi pendidikan tampak pada pendidikan agama melalui
madrasah, institut agama, dan pesantren yang dikelola oleh Departemen Agama;
sementara pendidikan umum melalui sekolah dasar, sekolah menengah, kejuruan
serta perguruan tinggi umum dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional.
Terdapat kesan yang sangat kuat bahwa pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (iptek)
dilakukan oleh Depdiknas dan dipandang sebagai tidak berhubungan dengan agama.
Pembentukan karakter siswa yang merupakan bagian terpenting dari proses
pendidikan justru kurang tergarap secara serius. Agama ditempatkan sekadar
sebagai salah satu aspek yang perannya sangat minimal, bukan menjadi landasan
dari seluruh aspek kehidupan.
Hal ini juga
tampak pada BAB X pasal 37 UU Sisdiknas tentang kurikulum pendidikan dasar dan
menengah yang mewajibkan memuat sepuluh bidang mata pelajaran dengan pendidikan
agama yang tidak proposional dan tidak dijadikan landasan bagi bidang pelajaran
yang lainnya.
Ini jelas
tidak akan mampu mewujudkan anak didik yang sesuai dengan tujuan dari
pendidikan nasional sendiri, yaitu mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
2.4 Problem-problem Cabang
Masalah-masalah
cabang yang dimaksud di sini, adalah segala masalah selain masalah paradigma
pendidikan, yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan. Masalah-masalah
cabang ini tentu banyak sekali macamnya, di antaranya yang terpenting adalah
sebagai berikut
a.
Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Untuk sarana
fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya
rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak
lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi
tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki
gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan
sebagainya.
b.
Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru
di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki
profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut
dalam pasal 39 UU No 20/2003 tentang Sisdiknas yaitu merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat. Dari pasal tersebut, maka syarat-syarat untuk menjadi guru dapat
disimpulkan sebagai berikut: Berijazah, Sehat jasmani dan rohani, Takwa kepada
Tuhan YME dan berkelakuan baik, Bertanggung jawab, Berjiwa nasional.
Walaupun guru
bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi guru merupakan
titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga
pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi
tanggung jawabnya.
c.
Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya
kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan
Indonesia. Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada
pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan sebesar Rp
3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5
juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp
10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru
terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain,
memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang
buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya.
Dengan adanya
UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan.
Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu
disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai,
antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan
profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan
tugasnya. Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak
atas rumah dinas.
Tapi,
kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi masalah lain yang
muncul. Di lingkungan pendidikan swasta, masalah kesejahteraan masih sulit
mencapai taraf ideal. Diberitakan Pikiran Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak 70
persen dari 403 PTS di Jawa Barat dan Banten tidak sanggup untuk menyesuaikan
kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat UU Guru dan Dosen.
2.5 Solusi Problematika Pendidikan Islam Masa Kini
1. Solusi Problem Konseptual-Teoritis
Mencermati
kenyatan tentang konsep dikotomi pendidikan, maka mau tidak mau persoalan
konsep dikotomi pendidikan harus segera ditumbangkan dan dituntaskan, baik pada
tingkatan filosofis-paradigmatik maupun teknis departementel. Pemikiran
filosofis menjadi sangat penting, karena pemikiran ini nanti akan memberikan
suatu pandangan dunia yang menjadi landasan ideologis dan moral bagi
pendidikan.
Pemisahan
antar ilmu dan agama hendaknya segera dihentikan dan menjadi sebuah upaya
penyatuan keduanya dalam satu sistem pendidikan integralistik. Namun persoalan
integrasi ilmu dan agama dalam satu sistem pendidikan ini bukanlah suatu persoalan
yang mudah, melainkan harus atas dasar pemikiran filosofis yang kuat, sehingga
tidak terkesan hanya sekedar tambal sulam.
Langkah awal
yang harus dilakukan dalam mengadakan perubahan pendidikan adalah merumuskan
“kerangka dasar filosofis pendidikan” yang sesuai dengan ajaran Islam, kemudian
mengembangkan secara “empiris prinsip-prinsip” yang mendasari terlaksananya
dalam konteks lingkungan (sosio dan kultural) Filsafat Integralisme adalah
bagian dari filsafat Islam yang menjadi alternatif dari pandangan holistik yang
berkembang pada era postmodern di kalangan masyarakat barat.
Inti dari
pandangan filsafat integralistik ini adalah bahwa yang mutlak dan yang nisbi
merupakan satu kesatuan yang berjenjang, bukan sesuatu yang terputus
sebagaimana pandangan ortodoksi Islam. Pandangan Armahedi Mahzar, pencetus
filsafat integralisme ini, tentang ilmu juga atas dasar asumsi di atas,
sehingga dia tidak membedakan antara ilmu agama dan ilmu umum, ilmu Tuhan dan
ilmu sekular, ilmu dunia dan ilmu akhirat. Dari pandangan dia tentang kesatuan
tersebut juga akan berimplikasi pula pada pemikiran Armahedi pada permasalahan
yang lain, termasuk juga pendidikan Islam.
Bagi Armahedi,
pendidikan Islam haruslah menjadi satu kesatuan yang utuh atau integral.
Baginya, manusia-manuisa saat ini merupakan produk dari pemikiran Barat modern
yang mengalami suatu kepincangan, karena merupakan suatu perkembangan yang
parsial. Peradaban Islam adalah contoh lain. Keduanya dapat ditolong dengan
membelokkan arah perkembangannya ke arah perkembangan yang evolusioner yang
lebih menyeluruh dan seimbang. Hanya ada beberapa sisi saja dari kehidupan
manusia yang dikembangkan. Begitu juga halnya dengan masyarakat yang ada, pada
hakikatnya adalah cerminan dari satu sistem pendidikan yang ada saat itu.
Masyarakat
saat ini adalah masyarakat materialis yang dapat dibina dengan menggunakan
suatu mesin raksasa yang bernama teknostruktur. Di sini ada satu link yang
hilang, yaitu spiritualisme. Dengan demikian, pendidikan sebagai produksi
sistem ini haruslah mengembangkan seluruh aspek dari manusia dan masyarakat
sesuai dengan fitrah Islam, yaitu tauhid.
Pandangan
filosofis inilah yang menjadikan pentingnya kajian terhadap pemikiran Armahedi
Mahzar tentang sistem pendidikan Islam integratif, karena permasalahan
pendidikan sebenarnya terletak pada dua aspek, filosofis dan praktis. Persoalan
filosofis ini yang menjadi landasan pada ranah praktis pendidikan. Ketika ranah
filosofis telah terbangun kokoh, maka ranah praktis akan berjalan secara
sistematis. Dengan demikian, filsafat integralisme nantinya akan menjadi
landasan idiologis dalam pengembangan sistem pendidikan integratif.
2. Solusi Problem Mendasar: Sekularisme sebagai Paradigma
Pendidikan
Penyelesaian
problem mendasar tentu harus dilakukan secara fundamental. Itu hanya dapat
diwujudkan dengan melakukan perombakan secara menyeluruh yang diawali dari
perubahan paradigma pendidikan sekular menjadi paradigma Islam. Ini sangat
penting dan utama.
Ibarat mobil
yang salah jalan, maka yang harus dilakukan adalah mengubah haluan atau arah
mobil itu terlebih dulu, menuju jalan yang benar agar bisa sampai ke tempat
tujuan yang diharapkan. Tak ada artinya mobil itu diperbaiki kerusakannya yang
macam-macam selama mobil itu tetap berada di jalan yang salah. Setelah membetulkan
arah mobil ke jalan yang benar, barulah mobil itu diperbaiki kerusakannya yang
bermacam-macam. Artinya, setelah masalah mendasar diselesaikan, barulah
berbagai macam masalah cabang pendidikan diselesaikan, baik itu masalah
rendahnya sarana fisik, kualitas guru dan kesejahteraan guru. Solusi masalah
mendasar itu adalah merombak total asas sistem pendidikan yang ada, dari asas
sekularisme diubah menjadi asas Islam, bukan asas yang lain.
Bentuk nyata
dari solusi mendasar itu adalah mengubah total UU Sistem Pendidikan yang ada
dengan cara menggantinya dengan UU Sistem Pendidikan Islam. Hal paling mendasar
yang wajib diubah tentunya adalah asas sistem pendidikan. Sebab asas sistem
pendidikan itulah yang menentukan hal-hal paling prinsipil dalam sistem pendidikan,
seperti tujuan pendidikan dan struktur kurikulum.
3. Solusi Problem-problem Cabang
Seperti
diuraikan di atas, selain adanya masalah mendasar, sistem pendidikan Islam di
Indonesia juga mengalami masalah-masalah cabang, antara lain: Rendahnya sarana
fisik, Rendahnya kualitas guru, Rendahnya kesejahteraan gutu
Untuk
mengatasi masalah-masalah cabang di atas, secara garis besar ada dua solusi
yaitu:
Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah
sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan Islam. Seperti
diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang
diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam
konteks sistem ekonomi kapitalisme yang berprinsip antara lain meminimalkan
peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan
pendidikan. Maka, solusi untuk masalah-masalah cabang yang ada, khususnya yang
menyangkut perihal pembiayaan seperti rendahnya sarana fisik dan kesejahteraan
guru berarti menuntut juga perubahan sistem ekonomi yang ada. Akan sangat
kurang efektif kita menerapkan sistem pendidikan Islam dalam atmosfer sistem
ekonomi kapitalis yang kejam. Maka sistem kapitalisme saat ini wajib dihentikan
dan diganti dengan sistem ekonomi Islam yang menggariskan bahwa pemerintah-lah
yang akan menanggung segala pembiayaan pendidikan negara.
Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal
teknis yang berkaitan langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk
menyelesaikan masalah kualitas guru. Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis
dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem
pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi
peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan
ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan memberikan berbagai pelatihan untuk
meningkatkan kualitas guru.
BAB 3 PENUTUP
· Problematika pendidikan islam adalah masalah-masalah
yang terjadi dalam pendidikan islam.
· Poblematika
pendidikan islam modern
a.
Masalah
Mendasar: Sekularisme
sebagai Paradigma Pendidikan
b.
Permasalahan
lain: perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang tidak memperhatikan masalah agama, pemisahan antar ilmu dan agama, Rendahnya sarana fisik, Rendahnya kualitas guru dan Kesejahteraan guru
· Solusi Problematika Pendidikan Islam
a. Solusi Problem Mendasar: Sekularisme sebagai Paradigma Pendidikan
Penyelesaian problem
mendasar tentu harus dilakukan secara fundamental. Itu hanya dapat diwujudkan
dengan melakukan perombakan secara menyeluruh yang diawali dari perubahan
paradigma pendidikan sekular menjadi paradigma Islam. Ini sangat penting dan
utama.
b. Solusi terhadap perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang tidak
memperhatikan masalah agama. Untuk menyelesaikan masalah ini, penulis kira
pendidikan islam harus segera menguasai pendidikan berbasis teknologi, agar
pendidikan islam tidak jauh tertinggal dalam pendidikan
c. Solusi tentang pemisahan antar ilmu dan agama
Pemisahan antar ilmu
dan agama hendaknya segera dihentikan dan menjadi sebuah upaya penyatuan
keduannya dalam satu sistem pendidikan integralistik.
d. Rendahnya sarana fisik,
Rendahnya kualitas guru dan Kesejahteraan guru secara garis besar ada dua
solusi yaitu: Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem
sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan Islam. Seperti diketahui sistem
pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem
pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi
kapitalisme yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab
negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.solusi untuk
masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk
meningkatkan kualitas sistem pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Ali,
Hasmiyati Gani, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Quantum Teaching
Ciputat Press Group, 2008
Daulay,
Haidar Putra, Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara, Jakarta :
Rineka Cipta, 2009
Muhaimin, Nuansa
Baru Pendidikan Islam : mengurai benang kusut dunia pendidikan, Jakarta :
PT. Raja Grafindo
Persada, 2006
Nizar, Samsul, Filsafat Pendidikan Islam : Pendekatan
Historis, Teoritis, dan Praktis, Jakarta : Ciputat Pers, 2002
Website:
http://kurniawaalex.blogspot.co.id/2015/05/makalah-problematika-pendidikan-islam.html
http://ridwan-sururi.blogspot.co.id/2013/04/makalah-problematika-pendidikan-islam.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar